SPIRIT ISLAMI PADA ARSITEKTUR KOTA PUTRAJAYA
Perdana Putra dan Dataran Putra
Terletak di antara Kuala Lumpur dan Kuala Lumpur International Airport (KLIA), Putrajaya menempati lahan bekas perkebunan kelapa sawit dan karet seluas sekitar 46 km2.
Lahan yang tadinya adalah milik negara bagian Selangor ini dibeli oleh pemerintah federal Malaysia untuk dijadikan lokasi baru dari mega proyek pemindahan kota pemerintahan negara Malaysia dari Kuala Lumpur ke lokasi yang baru.
Disebut mega proyek, memang dari mulai ide, konsep dan desain serta pelaksanaannya memang membutuhkan perhatian yang besar dan tentunya biaya yang besar pula. Soal visi untuk memajukan negaranya, Perdana Menteri Malaysia saat itu, Dr. Mahathir Mohammad memang revolusioner. Ide memindahkan pusat pemerintahan negara keluar dari Kuala Lumpur merebak pada akhir 1980-an seiring dengan mulai memadatnya kota Kuala Lumpur. Selain itu, visi ini juga untuk mempertahankan posisi sentral Kuala Lumpur sebagai kota bisnis dan keuangan utama dari Malaysia.
Salah satu sudut taman dan waterfront di Putrajaya
Ide pemisahan kota pemerintahan negara dan kota bisnis utama sebenarnya bukan hal yang baru di dunia. Kota-kota besar di dunia sudah melakukan hal ini sejak dulu. Suatu ide yang efektif sebenarnya jika dilihat dari sudut pandang politik negara. Jika terpisah, maka apabila terjadi gejolak politik di kota pemerintahan, maka imbasnya tidak akan langsung mengganggu kegiatan bisnis di kota bahkan negara tersebut.
Jakarta sendiri sebenarnya sempat mewacanakan hal ini, dengan rencana pemindahan kota pemerintahan ke Jonggol, Cileungsi Bogor. Sehingga Jakarta tetap sebagai kota bisnis. Ide yang bukan orisinil, karena dulu pemerintah Hindia Belanda juga sudah menelurkan rencana untuk menempatkan Bandung sebagai kota pemerintahan dan Batavia tetap sebagai kota perdagangan.
Putrajaya sendiri, muncul sebagai kota yang megah. Kritik bermunculan atas pembangunannya, karena dibangun dengan biaya yang sangat besar padahal saat itu negara sedang mengalami krisis ekonomi di tahun 1997. Desain kota, arsitektur bangunan serta lansekapnya merupakan suatu simbol kemajuan tertentu bagi bangsa Malaysia. Tapi disisi lain, arsitektur kota Putrajaya menjadi sasaran kritik para kritikus arsitektur dan budaya atas penampilannya yang berusaha mengejar nuansa Islami yang secara tidak resmi dianggap sebagai kebudayaan bangsa Malaysia.
Comments :